Terkadang saya merasa tidak tega lihat begitu banyak nya
para pemuda ponorogo yang memutuskn untuk bekerja di Taiwan sebagai buruh
pabrik. Karena apa yang dikerjakan para TKI di pabrik Taiwan adalah sesuatu
yang orang sana sudah tidak mau mengerjakan nya, saat pabrik membutuhkan tenaga
kerja asing pasti nya setelah disana sudah tidak ada yang mau mengerjakan (klo
di Canada disebut LMO) yang sifat nya bau, kotor, jorok, panas, lembab dan
pasti nya berat. mereka yang memilih kerja ketaiwan semata berorientasi pada
gaji yang jauh dari umr di Indonesia. Selain karena mereka berpendidikan rata2
dibawah SMU dan kemampuan yang tidak terlalu di utamakan hanya mutlak harus
sehat dan bertenaga.
Jika di lihat dari proses nya saja CTKI harus membayar
kisaran 18-25 juta, itu pun masih ada potongan selama 12bulan ditambah rata2
makan dan mess biaya sendiri. Belum lagi setiap 6 bulan medical biaya sendiri.
Biaya hidup disana tinggi jika mengharap gaji sebulan hanya habis untuk
membayar potongan dan biaya hidup disana, sedang sisa penghasilan harus banyak
berharap banyak nya lemburan. Bahkan rata2 dibulan pertama bekerja ditaiwan
hanya menerima dari gaji pokok sebesar rata-rata 2000nt atau kisaran 700rb.
Karena harus dipotong medical awal, potongan wajib BCI,pinjaman bank, kartu
identitas Taiwan (ARC),pajak dll. baru di bulan ke 2 lebih besar menerima yang
rata2 jika tidak ada lemburan 2jutaan setiap bulan nya hingga 12bulan. Baru di
bulan ke 13 mereka menerima penuh namun masih harus dipotong mess, pajak,
makan,BCI. Namun mereka yang dengan kondisi demikian banyak yang setelah
bekerja di Taiwan menjadi pengusaha di ponorogo walau lebih banyak yang gitu2
aja alias sama aja.
Itulah satu sisi wajah ketenagakerjaan di negeri kaya
Indonesia, saat dimana tenaga asing masuk ke Indonesia dengan gagah nya menjadi
tenaga ahli dengan fasilitas mewah dan gaji sangat tinggi,saat para investor
asing menjalankan perusahaan nya di negeri kita dan menggunakan tenaga2 top
level staff nya orang2 dari negara mereka, sedang tenaga pribumi harus bekerja
keluar negeri dengan membayar jutaan rupiah, dengan posisi yang paling rendah,
udah proses nya bayar disana pun di rendahkan karena tidak punya nilai jual
hanya mengandalkan tenaga.
Lucu nya lagi setiap ada CTKI yang meminta info dan saya
memberikan gambaran kerja dan kehidupan disana lalu saya tawarkan yng menurut
saya lebih baik ketimbang proses kerja ke Taiwan, untuk proses ke Qatar saat
QPMC butuh tenaga serabutan yang proses nya tidak ada potongan dan biaya, para
CTKI malah lebih memilih proses ke Taiwan. karena polah pikirnya tertutup,
skeptis, lebih berfikir temen2 ku banyak yang di Taiwan, banyak temen2 cewek
indo disana, sedang di Qatar belum ada gambaran yang sudah disana secara
langsung.
Semua karena keterbatasan namun bukan keterbatasan lapangan
kerja tapi keterbatasan lapangan kerja non skill, pemerintah kita terlalu
banyak stock tenaga kerja minim pendidikan dan keahlian jadi ekspor TKI non
skill.