Wednesday, 5 March 2014

Derita TKI Pabrik Taiwan


Terkadang saya merasa tidak tega lihat begitu banyak nya para pemuda ponorogo yang memutuskn untuk bekerja di Taiwan sebagai buruh pabrik. Karena apa yang dikerjakan para TKI di pabrik Taiwan adalah sesuatu yang orang sana sudah tidak mau mengerjakan nya, saat pabrik membutuhkan tenaga kerja asing pasti nya setelah disana sudah tidak ada yang mau mengerjakan (klo di Canada disebut LMO) yang sifat nya bau, kotor, jorok, panas, lembab dan pasti nya berat. mereka yang memilih kerja ketaiwan semata berorientasi pada gaji yang jauh dari umr di Indonesia. Selain karena mereka berpendidikan rata2 dibawah SMU dan kemampuan yang tidak terlalu di utamakan hanya mutlak harus sehat dan bertenaga.

Jika di lihat dari proses nya saja CTKI harus membayar kisaran 18-25 juta, itu pun masih ada potongan selama 12bulan ditambah rata2 makan dan mess biaya sendiri. Belum lagi setiap 6 bulan medical biaya sendiri. Biaya hidup disana tinggi jika mengharap gaji sebulan hanya habis untuk membayar potongan dan biaya hidup disana, sedang sisa penghasilan harus banyak berharap banyak nya lemburan. Bahkan rata2 dibulan pertama bekerja ditaiwan hanya menerima dari gaji pokok sebesar rata-rata 2000nt atau kisaran 700rb. Karena harus dipotong medical awal, potongan wajib BCI,pinjaman bank, kartu identitas Taiwan (ARC),pajak dll. baru di bulan ke 2 lebih besar menerima yang rata2 jika tidak ada lemburan 2jutaan setiap bulan nya hingga 12bulan. Baru di bulan ke 13 mereka menerima penuh namun masih harus dipotong mess, pajak, makan,BCI. Namun mereka yang dengan kondisi demikian banyak yang setelah bekerja di Taiwan menjadi pengusaha di ponorogo walau lebih banyak yang gitu2 aja alias sama aja.

Itulah satu sisi wajah ketenagakerjaan di negeri kaya Indonesia, saat dimana tenaga asing masuk ke Indonesia dengan gagah nya menjadi tenaga ahli dengan fasilitas mewah dan gaji sangat tinggi,saat para investor asing menjalankan perusahaan nya di negeri kita dan menggunakan tenaga2 top level staff nya orang2 dari negara mereka, sedang tenaga pribumi harus bekerja keluar negeri dengan membayar jutaan rupiah, dengan posisi yang paling rendah, udah proses nya bayar disana pun di rendahkan karena tidak punya nilai jual hanya mengandalkan tenaga.  

Lucu nya lagi setiap ada CTKI yang meminta info dan saya memberikan gambaran kerja dan kehidupan disana lalu saya tawarkan yng menurut saya lebih baik ketimbang proses kerja ke Taiwan, untuk proses ke Qatar saat QPMC butuh tenaga serabutan yang proses nya tidak ada potongan dan biaya, para CTKI malah lebih memilih proses ke Taiwan. karena polah pikirnya tertutup, skeptis, lebih berfikir temen2 ku banyak yang di Taiwan, banyak temen2 cewek indo disana, sedang di Qatar belum ada gambaran yang sudah disana secara langsung.

Semua karena keterbatasan namun bukan keterbatasan lapangan kerja tapi keterbatasan lapangan kerja non skill, pemerintah kita terlalu banyak stock tenaga kerja minim pendidikan dan keahlian jadi ekspor TKI non skill.