Jalan tak selama nya lurus, kadang berliku, menanjak,
terjal, inilah hakikat sebuah perjalan
yang didalam nya selalu menghadirkan sebuah pilihan yang kita harus pilih akan
belok, atau melaju lurus karena tak mungkin kita berhenti di tempat sedang
waktu terus berlalu. Inilah yang hari ini saya hadapi saat 8 bulan kontrak saya
harus berakhir di ponorogo, pilihan utama adalah kembali ke Jakarta dan memulai
berkarier kembali atau melanjutkan langkah kaki di ponorogo. Namun apapun
keputuan nya yang terpenting yang kita harus memegang teguh kompas yang kita
punya agar tak tersesat, dan kompas itu adalah Allah yang maha ‘Nurr Hadiy ‘ maha
pemberi petunjuk, dengan keterbatasan mata kita kita melihat kedepan yang
penglihatan kita banyak tertutup oeh kabut asap, maka Allah lah satu-satu nya
petunjuk terbaik. Maka dengan kesadaran inilah menghadirkan sebuah ‘effort’’ yang tinggi untuk selalu dekat
dengan Nya, dan menjaga setiap langkah agar tak membuat dia marah. Semoga Allah
beri langkah ku kekuatan tuk banyak Syukur atas semua ini, kuatkan buat selalu
bangun menyapa Nya saat hening, agar diberi itiqomah tuk selalu menghafal
ayat-2 nya yang Indah, dengan jalan yang terjal berliku ini menyisakan hikmah
untuk banyak bersyukur karena mengantarkan ku dekat dengan Nya, semoga dengan
ini Allah ridha dengan perjalanku, masih melihatku dengan rahmat Nya,
mengampuni apa yang salah dari hari kemarin,hingga saat nya menunjukan jalan
untuk ku pada kemenengan di dunia dan selamat di akhirat. Dan saya yakin dengan
banyak janji Nya dalam.
Namun jika di tanya pilih tinggal di Jakarta atau di
ponorogo, rasa nya dah nga selera deh tinggal di Jakarta, menurut saya tinggal
di Jakarta tuh banyak umur kita banyak mubazir, karena banyak di buang di jalan
yang kemana2 macet, kualitas hidup berkurang,karena kepadatan penduduk jadi
banjir,sampah,udara bersih mahal karena dimana2 polusi, kehidupan social yang
terbentuk dengan ego yang tinggi, masing2
kita secara tak langsung ingin menunjukan aku nya karena resistensi di dunia
kerja, dimasyarakat hingga wajar muncul istiah “time ‘s duit “. Karena orientasi dari kehidupan social di kota
kasar nya begini deh, apa yang bisa
nguntungin gw ya gw jalanin, klo nga ada untung nya ngapain cape2, dah cape kerja cari duit,dijalan
macet,banjir jadi sory2 aja klo sekedar basa-basi mah ky nya nga ada waktu.
suka tidak suka,langsung tak langsung inilah yang terjadi saat saya tinggal di
jakarta, materialism menjadi harga mati, kita lebih bernilai di masyarakat
dikeluarga dari apa yang kita punya, apa yang kita dapat, kita nga punya wajar
aja di kesampingkan. lantas dengan begini jg kta nga bsa ngejustifikasi semua orang Jakarta begini, nga juga kale…’
Dan pasti nya jika
baik lagi ke Jakarta, pilihan utama pasti nya kerja jadi karyawan,apalagi klo
perusahaan nya nga segede IFF atau Firnaglass tempat dulu kerja, wah kemunduran
pasti nya,selain itu 2 tahun vakum dari dunia IT, pasti nya ‘bargaining position’ dah nga kuat kaya dulu apalagi skarang dah
menginjak usia 30 tahun, klo baik lagi kejakarta trus mau bisnis pun resistensi
nya lebih tinggi, kebutuhan terus jalan, harga2 jauh lebih tinggi nga di
barengi pemasukan, dan pasti nya dengan kekuatan yang lemah gini kaya nya nga
bisa ngarep dh, sehari-hari pasti nya brat banget.
Akhirnya setelah pikir dari banyak sisi, kaya nya di tanah
reyog ini jauh lebih prefer buat saya
bisa menjadi ‘the new man’. Dan siap2
buat hijrah 100% ke sini, lapangan kerja tak sebanyak di kota besar, namun
potensi buat jadi entrepreneur ada disini, banyak potensi yang dah saya tulis sebelum
nya. Ketenangan hidup lebih banyak di sini,
udara,air masih bersih dan
sehat makanya orang2 tua disini masih bisa kesawah umur 70-80th masih
pada aktif braktifitas karena mereka sehat, klo di kota umur 40-50th
aja dah ada keluhan ini itu, karena salah satu nya banyak nghirup polutan, air
tercemar dimana. Air bersih dijakarta cm bisa di nikmati orang2 kaya yang bisa
beli teknologi purifier water’ .
Banyak hikmah dari berbagai kesulitan ku setelah belajar beralih
dari pekerja menjadi entrepreneur, pasti nya begitu dan itu yang kudu di syukuri,karena
banyak orang yang jenuh dengan dinamika seorang karyawan namun tak dapat
berbuat apa2,karena memang keluar dari zona nyaman itu sulit, dengan cara
inilah sebenar nya Allah sedang memberikan test masuk menuju kesuksesan baru. Saya
yakin dengan jalan ini akan lebih cepat mendapatkan ‘Nissan Navara’ dengan
kondisi sulit saat ini di banding, saya memiih menjadi karyawan, namun pasti
nya jalan nya lebih sakit untuk dijalani.
Banyaklah
cerita sukses yang terbangun dari kondisi terjatuh, bahkan dari kondisi hampir
mati Seorang juara bisa lahir, sukses adalah
bukannya seorang yang tidak pernah terjatuh. Ia harus berjuang untuk menaiki
tangga demi tangga kemenangan. Akhirnya, seorang pemenang kehidupan sejati
adalah yang tetap bisa menata hati di setiap keadaan, keadaan menang atau
keadaan kalah, keadaan menyenangkan atau keadaan yang tidak menyenangkan.
When we have Allah, sure life’s being beautiful,
isn’t it?
Hidup hanya
indah bila kita menyikapinya dengan keindahan rasa, hanya dengan keindahan
rasa. Andai kegagalan adalah bagaikan hujan, dan
kesuksesan bagaikan matahari, maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat
pelangi…’