Terkait pengawasan terhadap 200 jam pelatihan TKI ,
Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat menjelaskan akan adanya absensi secara
online bagi para peserta. “Dengan adanya absensi online setiap hari
maka bisa dipastikan TKI akan memahami materi pelatihan dengan baik dan
benar,” paparnya. Jumhur Hidayat mencontohkan, Filipina meski PPTKIS nya
ada 1200, tapi bagus kinerjanya. Hal ini disebabkan karena mereka
comply (taat) dengan aturan. Ke depan, dengan aplikasi system online
pemerintah akan mudah mengetahui PPTKIS yang taat asas atau yang masih
nakal. “Bagi PPTKIS dan mitranya di luar negeri yang nakal kita akan
mem-black list mereka,” ucapnya. Menjawab pertanyaan peserta tentang
adanya tabungan para Calon TKI, Jumhur Hidayat dengan tegas mengatakan
banyak PPTKIS yang menyalah gunakan tabungan TKI ini. Hutang-piutang ini
seringkali tidak transparan dan mereka leluasa memotong gaji TKI
bermodalkan surat kuasa yang dibuat sebelumnya. (situs BNP2TKI.go.id, 10
Desember 2010)
Tanggapan saya:
Kami menyambut baik sistem online yang diberlakukan BNP2TKI. Juga,
tak ada yang salah dengan penyataan ketua BNP2TKI di atas kecuali ada
kesan selama ini yang menjadi terdakwa dalam segala hal adalah PJTKI.
Apakah ketua BNP2TKI tidak juga menyadari bahwa PJTKI tak pernah bisa sendirian memberangkatkan TKW ke luar negeri?
Pihak-pihak yang terlibat banyak sekali. Ada calo (sponsor dan anak
buah mereka yang disebut petugas lapangan), ada pejabat lokal dan pusat
yang mengeluarkan & mengesahkan dokumen ini itu, ada imigrasi yang
mengeluarkan paspor, ada KBRI dan KJRI yang mengesahkan kontrak kerja
TKW, dan tentu saja TKW serta keluarga mereka.
TKW? Tentu saja. Mana pernah ada TKW yang diculik sponsor lalu dikirim ke PJTKI?
Semua pihak di atas bisa berbuat baik dan jahat. Manusiawi.
Namun setiap kali ada masalah mengapa hanya PJTKI yang menjadi terdakwa?
Apa pemerintah lupa bagaimana buruknya birokrasi di daerah? Sudah
membayar untuk sekolah, bikin KTP, akte kelahiran, surat kenal lahir
namun untuk menyeragamkan nama dan tanggal lahir saja gagal?
Apa Menakertrans tidak tahu pihak mana yang mengeluarkan paspor sehingga TKW di bawah umur bisa melenggang terbang?
Apa Ketua BNP2TKI terkena amnesia sampai-sampai gagal mengingat bahwa
pernah ada sejarah perebutan wewenang antara BNP2TKI dan Depnakertrans
yang berlangsung setahunan yang telah ikut berjasa memporak-porandakan
fungsi pengawasan dan perlindungan selama ini?
Apa mereka digaji cuma untuk melontarkan ancaman ke PJTKI sementara
sejak wewenang kembali ke BNP2TKI tidak sekalipun Jumhur Hidayat
memanggil dan berbicara langsung dengan pimpinan PJTKI? Apa sulitnya
melakukan itu?
Kalau dia masih dendam dengan PJTKI yang saat perebutan wewenang
(antara BNP2TKI dan Depnakertrans) hampir semua berpihak pada
Depnakertrans, dia harus ingat bahwa surat ijin operasional PJTKI berada
di tangan Menakertrans. Dan tanyalah semua PJTKI, pasti mereka, pada
awal-awal perebutan wewenang terjadi, menerima ancaman dari
Depnakertrans bila tidak memproses penempatan TKW lewat Depnakertrans,
SIUP akan dicabut.
Dari tulisan di atas anda dapat menyimpulkan: PJTKI tidak bisa nakal sendirian.